DALAM MELIHAT ADA PERUBAHAN SIFAT, DALAM MENDENGAR ADA PERUBAHAN HAKIKAT: SELAMAT DATANG DI BLOG PUSTAKA KAMI

Kamis, 07 Juni 2012

Homogenisasi Kultural dan Budaya Konsumerisme



Oleh. Muh. Faisal MRa
Dosen FKIP Unismuh Makassar (Penggiat Antropologi/Cultural Studies)
Menurut Antonio Gramsci bahwa penjajahan saat ini tidak dilakukan dengan kasat mata, pemaksaan secara fisik dan senjata akan tetapi dengan penjajahan pemikiran dimana pihak yang terjajah “menikmati” penjajahan tersebut. Menurut teori orientalisme Edward W. Said bahwa timur saat ini dikepung dari segala arah dengan pemikiran dan ekspansi budaya barat yang diperteguh oleh media, melalui bidang akademik, politik dan terlebih lagi dari segi ekonomi. Cita rasa, selera, gaya hidup, dan bahkan pemikiran masyarakat timur diubah sedemikian rupa sehingga mereka tercerabut dari akar budayanya, serta mengikuti budaya yang diimpor dari barat. Masyarakat timur dipasung agar mereka menganggap bahwa budaya dan peradaban timur terbelakang dan peradaban barat adalah peradaban yang modern yang harus diikuti.

Hal ini diperkuat oleh tercerabutnya timur dari budaya, agama, dan falsafah hidupnya. Mereka lebih cenderung untuk mencontoh dan mengikuti serta merekonstruksi tatanan ketimuran sesuai dengan pola yang kebarat-baratan. Maka tak pelak lagi dis-orientasi pembangunan peradaban timurpun terjadi karena paradigma yang digunakan tidak berbasis pada realitas. Usaha untuk membutakan masyarakat timur dari kondisi realitas yang mereka hadapi dilakukan sedemikian rupa. Di Indonesia misalnya, munculnya tayangan hiburan seperti AFI, Indonesian Idol, KDI, cantik Indonesia, dan beberapa tayangan lainnya menjelang pelaksanaan PEMILU (Pemilihan Umum), tidak lain dan tidak bukan agar masyarakat melupakan realitas kehidupan (politik, sosial, ekonomi, dll) yang sedang mereka hadapi.

Di sisi lain budaya konsumerismepun mewabah. Dalam budaya konsumerisme, Produk dibeli bukan didasarkan pada kebutuhan dan azas manfaat akan tetapi lebih pada gengsi agar disebut modern. Komoditas produksi digantikan oleh komoditas budaya dengan penonjolan simbol dan identitas modernitas. Komoditas diproduksi bukan didasarkan pada kebutuhan masyarakat akan tetapi kebutuhanlah yang diciptakan agar masyarakat merasa butuh untuk mengkonsumsi komoditas. Contoh sederhananya, makanan cepat saji produksi Amerika Mc. Donald dikonsumsi bukan berdasarkan pada azas manfaat atau kebutuhan tetapi masyarkat dipaksa untuk merasa butuh untuk mengkonsumsinya. Menurut Jean Baudriullard, bahwa budaya konsumerisme ini melahirkan apa yang disebut dengan Narsisisme yang terencana (planned narsisism). Media kemudian menjadi alat ekspansi kultural untuk mengubah pencitraan, dan pola pikir masyarakat agar menjadi masyarakat konsumeris. Homogenisasi kultural melalui media ini merupakan senjata ampuh agar peredaran dan akumulasi kapital tetap berlangsung.
Dengan memahami persoalan diatas, masih pantaskah kita disebut Negara yang merdeka secara fisik terlebih lagi secara pemikiran? Ataukah kita masih terbuai oleh romantisisme sejarah masa lampau.

Jika belum, maka jawabannya adalah revolusi sistemik dengan melakukan penyadaran kepada masyarakat dari segi pemikiran, pola perilaku, budaya, dan mencoba kembali mengarahkan mereka untuk mengenali realitas lokal. Pergerakan kultural menuju proses penyadaran dengan metode pendampingan dalam rangka meningkatkan kesadaran politik dan cultural consciousness masyarakat harus segera dilakukan.

Kultur berfikir dan paradigma masyarakat kita yang masih diselubungi oleh-meminjam istilah Paulo Freire- kesadaran magis (Magical Consciousness) dan kesadaran naïf (Naival Consciousness) harus diubah menjadi kesadaran kritis (critical consciousness). Perubahan kultur dan paradigma berfikir ini dimungkinkan jika komunitas masyarakat secara komunal mulai menggali kembali falsafah, sisi religius dan spiritualitas ketimuran seperti budaya siri’, sipakatau, dan sipakalebbi’. Maka yang harus dilakukan adalah penguatan kembali dan membangkitkan budaya lokal kita sebagai countervailing culture (budaya tanding) untuk menandingi budaya konsumerisme yang sarat akan eksploitasi hegemoni, dan ekspansi kapital

Tidak ada komentar:

Posting Komentar